Buku ini menarasikan tentang penggunaan ayat al-Quran, zikir serta simbol agama sebagai yang paling menonjol dalam berobat kampung. Fakta paling menarik adalah penggunaan mantra simbiotik. Masyarakat ulu sungai Kapuas memaknai dan me –legacy-kan berobat kampung terjadi dalam alur: dimulai dari semacam “perjanjian,” pembacaan doa di saat menurunkan ilmu, pemantapan ilmu, ujian membentuk ilmu dan pengeras ilmu. Pelegacy-an ilmu berobat kampung terjadi secara tertutup, prosesnya sulit dan berahasia. Terawetkannya berobat kampung karena alasan: berbiaya murah, jauh dari sarana kesehatan modern, singkatnya waktu antara resiko kematian dengan resource kesehatan, dukun selalu ready, penanganannya cepat dan digaransi sembuh.
Temuan baru yang paling menarik dan menjadi penciri dari berobat kampung di kawasan Borneo yang diperikan dalam naskah buku ini adalah berobat kampung bercorak sufistik. Indikasinya, ada relasi yang terbangun dengan sangat kuat antara manusia ̶ Allah, tidak ada ingredient obat, tidak ada rempah herbal, bermedia hanya air putih [bahkan air liur], ditentukan arbitrer dengan atau tanpa “pemberitahuan gaib”, bahan herbal boleh diganti dan “ditebus” dengan uang jika sangat sulit dicari. Berobat kampung juga mengenal obat generik. Bahkan uniknya beberapa “resep” obat justru atas permintaan pihak magis lain.