Kehadiran buku ini adalah alamat perjalanan spiritual rombongan yang dipilih guru untuk menemukan cahaya. Cahaya yang dilalui mengilhami tulisan buku ini, meski tidak memuat keseluruhan. Namun keseluruhan itulah esa, dan esa inilah keseluruhan. Pabila ditemukan gerangan ada kesalahan tulis atau di luar nalar, bukanlah suatu kesengajaan. Padahal kesengajaan sudah lebih dahulu sengaja sewaktu ilmu keputusan ditetapkan. Sebagai kelanjutan dari dua buku sebelumnya, Cahaya Segedong bukan untuk menakar intuisi spiritual, tetapi bersemangat untuk berbagi saat buku ini di lounching di tanah kelahiran para wali/waliyah.
Dua puluh lima nampan terhidang sebagai nutrisi ruhiyah berupaya dan bertawakkal melerai benang logika yang kadang sering kusut, mencairkan kebekuan hati di saat pertaruhan arung kehidupan yang sulit dan melilit, dan memberikan kepastian dengan cara Muhammadi untuk tersampaikan kepada Tuhan Rabbul ‘Izzati. Ketika putus tiada kata putus, ketika sampai bukan berupa jejak materi dan energi, kecuali berserah diri.
Seiring dengan peringatan Maulid Akbar Nabi Rasulullah Muhammad SAW tahun 1445 Hijri/2023 Masehi dan lounching buku ini, mendapat sambutan yang hangat bagi masyarakat Segedong, sebab baru ini dalam sejarah dunia Segedong, Maulid yang dirangkai dengan rilis buku yang terdaftar pada Perpustakaan Nasional. Untuk kenangan bahwa pernah hadir sebuah literasi bagi generasi pencinta para wali/waliyah, mencintai dan menyayangi mereka, asbab mereka adalah ahbab (kekasih-kekasih) Tuhan di bumi.