Kitab Ahad merupakan akhir dari capaian dan tulisan. Walau Ahad bukan capaian, melainkan dicapaikan. Ahad bukan tulisan namun dituliskan. Beberapa pengalaman spiritual menyertai pada saat memikirkan, dan menuangkan pikiran dalam toreh tulisan ini. Suasana itu, hati yang bergetar, bahkan saat ilham (inspirasi) datang, penulis sujud syukur. Kondisi yang membuat diri menangis saat merenungi ayat-ayat, kalimat, laksana disiram dengan es salju. Bergonta-ganti suasana batin saat menuangkan-Nya.
Lebih tipis bukunya dari segi halaman, dibandingkan dengan buku-buku terdahulu, Al-Hikmah (326 halaman), Tauhidiyah Ahadiyah (345 halaman), Ar-Ruh (201 halaman), Cahaya Segedong (156 halaman). Mulanya, penulis sangat berat menulis Ahad, sambil menunggu izin dari-Nya. Diluar dari nalar, diawali ketika terbuka hijab-hijab ayat tentang-Nya. Penulis berserah-diri, kecuali Dia yang membaca, mengerti, memahami, merasai. Bahkan biarkan Dia yang menuliskan-Nya. Sungguh tidak ada yang berjasa dalam pemahaman, pembacaan, penulisan. Ahad sudah guru sejati yang penulis tidak paham. Paham datang karena dipahamkan, paham pulang sebab dipulangkan. Meskipun Ahad bukan sebab, dan tidak karena.